
Kisah Cinta yang Tak Biasa dalam Balutan Nilai Religi
Film “1 Imam 2 Makmum” menghadirkan kisah cinta yang rumit namun menyentuh, dikemas dalam nuansa religi yang hangat. Disutradarai oleh Farid Dermawan, film ini tidak hanya menyajikan drama percintaan, tapi juga pergulatan batin tentang keimanan, tanggung jawab, dan pilihan hidup.
Cerita berpusat pada Ustaz Haris (diperankan oleh Roger Danuarta), seorang pria saleh dan bijak yang terjebak dalam situasi pelik: menikahi dua perempuan yang sama-sama mencintainya. Dua perempuan tersebut adalah Aisyah (Cut Meyriska), istri pertamanya yang sabar dan lembut, serta Zahra (Indah Permatasari), perempuan tangguh dengan masa lalu yang kelam namun berniat hijrah.
Kondisi ini membuat Haris harus menjadi imam bukan hanya dalam shalat, tapi juga dalam menjalani rumah tangga yang tidak biasa—dengan dua makmum, dua hati, dan dua tanggung jawab besar.
Ketegangan Emosional yang Dibangun dengan Elegan
Keunggulan utama film ini terletak pada konflik emosional antar tokohnya. Penonton diajak menyelami kehidupan rumah tangga poligami yang jauh dari glamor—penuh dinamika, kecemburuan, dan perjuangan memahami arti keikhlasan.
Roger Danuarta berhasil memerankan sosok Ustaz Haris dengan meyakinkan: tenang, bijak, namun juga manusiawi. Ia bukan sosok suami sempurna, melainkan laki-laki biasa yang berusaha adil, meski sering kali dihantui rasa bersalah dan keraguan.
Cut Meyriska tampil memukau sebagai Aisyah—perempuan yang mencoba menerima kenyataan pahit, tapi tak kehilangan kelembutan hati. Sementara Indah Permatasari sebagai Zahra tampil tegas, realistis, dan menunjukkan sisi perempuan yang berani bangkit dari masa lalu.
Pesan Religi dan Nilai Moral yang Dalam
Meski dibalut dalam cerita cinta, “1 Imam 2 Makmum” tidak melulu soal hubungan laki-laki dan perempuan. Film ini secara halus mengajak penonton untuk merenungkan nilai keadilan, keteguhan iman, dan bagaimana seharusnya seorang pemimpin—baik dalam rumah tangga maupun spiritual—bertindak.
Dialog-dialognya terasa reflektif, tidak menggurui, dan tetap terasa relevan bagi penonton modern. Alur cerita yang mengalir, ditambah sinematografi yang hangat dan intim, membuat film ini mudah dinikmati meski temanya cukup berat.