
Film Susah Sinyal adalah salah satu karya unggulan dari sutradara Ernest Prakasa yang berhasil memadukan komedi, drama, dan kritik sosial dalam satu kemasan yang menghibur. Dirilis pada akhir 2017, film ini tetap relevan hingga sekarang karena mengangkat isu hubungan orang tua dan anak di era digital yang semakin sibuk dan terhubung… tapi justru terasa makin jauh.
Dengan naskah yang cerdas, akting kuat, dan latar tempat yang indah, Susah Sinyal menjadi tontonan yang tidak hanya membuat tertawa, tapi juga menyentuh hati.
Sinopsis: Liburan yang Mengubah Segalanya
Cerita Susah Sinyal berpusat pada Ellen (Adinia Wirasti), seorang pengacara sukses di Jakarta yang sangat sibuk dan jarang punya waktu untuk putrinya, Kiara (Aurora Ribero). Setelah nenek Kiara meninggal, hubungan mereka semakin renggang.
Untuk memperbaiki hubungan itu, Ellen mengajak Kiara berlibur ke Sumba, sebuah daerah yang indah tapi “susah sinyal”. Di sinilah konflik mereka mencapai puncaknya—tanpa gangguan ponsel dan pekerjaan, Ellen akhirnya benar-benar menghadapi anaknya.
Namun, liburan yang dimaksud sebagai momen penyembuhan justru berubah menjadi perjalanan penuh emosi, tawa, dan air mata, ketika realita dan ego masing-masing mulai diuji.
Penampilan Akting yang Mengesankan
Adinia Wirasti tampil kuat sebagai Ellen, menggambarkan sosok ibu modern yang kariernya cemerlang tapi kewalahan dalam peran sebagai orang tua. Sementara Aurora Ribero mencuri perhatian sebagai Kiara—anak remaja yang kecewa, marah, tapi juga rindu perhatian ibunya.
Didukung oleh aktor-aktor komedi seperti Ernest Prakasa, Asri Welas, dan Arie Kriting, film ini berhasil menjaga keseimbangan antara nuansa haru dan momen-momen kocak yang menyegarkan.
Visual dan Pesan Moral yang Kuat
Salah satu daya tarik utama Susah Sinyal adalah keindahan visual Sumba yang ditampilkan begitu memukau. Pantai, perbukitan, dan langit biru menjadi latar yang kontras dengan konflik batin para karakter—indah di luar, tapi rumit di dalam.
Film ini juga menyampaikan pesan penting tentang pentingnya kehadiran secara emosional, bukan hanya fisik. Di era serba digital, kita sering merasa “terhubung” lewat gadget, tapi sebenarnya semakin terputus dari orang-orang terdekat.